Pada abad kedua Masehi, seorang penyair dari Aquino bernama Decimus Iunius Juvenalis memopulerkan frasa Latin mens sana in corpore sano yang berarti “di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat.” Ungkapan ini begitu lekat dalam dunia olahraga, dan sering digunakan untuk menanamkan pentingnya kesehatan fisik pada anak-anak. Namun, apakah benar jiwa akan otomatis sehat hanya karena tubuh sehat?

Sayangnya, pandangan tersebut kurang tepat. Banyak orang yang secara fisik terlihat sehat, tetapi mengalami kecemasan, depresi, bahkan sampai melakukan bunuh diri.

Nugroho Kuncoro Yudho, pada 13 Oct 2024 dalam artikelnya berjudul; Kesehatan Jiwa: “Masalah Yang Sering Disepelekan Dan Dianggap Tidak Penting”

Ini menunjukkan bahwa kesehatan jiwa tak bisa diabaikan. Meski krusial, masih banyak orang enggan membicarakan kesehatan mental karena stigma dan ketakutan akan label “gila”.

Mengapa Kesehatan Jiwa Masih Diabaikan?

Beberapa penyebab utama kesehatan jiwa sering terabaikan di antaranya:

Stigma negatif terhadap orang dengan gangguan jiwa membuat banyak individu takut mencari bantuan.

Kurangnya pemahaman bahwa gangguan jiwa bukan kelemahan, tetapi kondisi medis yang bisa ditangani.

Tabu sosial masih melekat, membuat orang enggan berkonsultasi ke psikolog atau psikiater.

Akses terbatas pada layanan kesehatan jiwa, terutama di daerah terpencil.

Prioritas pada kesehatan fisik yang dianggap lebih mendesak, berdasarkan pandangan klasik bahwa badan sehat berarti jiwa pun sehat.

Dampak Nyata Pengabaian Kesehatan Jiwa

Mengabaikan kesehatan jiwa bisa menimbulkan dampak serius, seperti:

Peningkatan risiko bunuh diri akibat depresi atau gangguan mental yang tidak ditangani.

Menurunnya kualitas hidup: gangguan jiwa menghambat produktivitas, pendidikan, dan relasi sosial.

Meningkatnya risiko penyakit fisik seperti jantung, diabetes, dan gangguan pencernaan.

Beban ekonomi karena penderita tidak mampu bekerja optimal.

Masalah sosial di masyarakat, terutama jika penderita tidak mendapat dukungan dan pengobatan.

Hubungan Dua Arah: Jiwa dan Tubuh Saling Mempengaruhi

Kesehatan jiwa dan kesehatan fisik berhubungan dua arah. Gangguan jiwa seperti stres dan kecemasan kronis bisa memicu penyakit fisik, sebaliknya penyakit kronis juga dapat menyebabkan gangguan mental. Contohnya:

Stres kronis bisa memicu penyakit jantung dan hipertensi.

Gangguan makan akibat depresi dapat memicu diabetes.

Masalah pencernaan, seperti IBS (Irritable Bowel Syndrome), sering dipicu kecemasan.

Sistem imun menurun, membuat tubuh lebih rentan terhadap infeksi.

Gangguan tidur dan migrain, juga terkait erat dengan stres dan tekanan mental.

Solusi untuk Mengatasi Masalah Kesehatan Jiwa

Upaya mengatasi masalah kesehatan mental harus menyeluruh dan kolaboratif, antara lain:

Pengobatan medis dan psikologis dilakukan secara bersamaan.

Terapi psikologis, seperti CBT (Cognitive Behavioral Therapy), untuk mengelola stres dan emosi negatif.

Gaya hidup sehat: olahraga teratur, tidur cukup, dan pola makan seimbang.

Dukungan sosial dari keluarga, teman, dan komunitas sangat penting.

Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Hilangkan stigma terhadap masalah kejiwaan.

Sediakan guru bimbingan konseling yang cukup di sekolah dari tingkat dasar hingga menengah.

Permudah akses layanan kesehatan jiwa, terutama di daerah non-perkotaan.

Cari bantuan profesional jika merasa mengalami masalah mental.

Berikan dukungan empatik kepada mereka yang sedang berjuang dengan kesehatan jiwanya.

Kelola stres dan jaga kesehatan mental melalui aktivitas positif, berpikir sehat, dan relaksasi.

Kesimpulan: Sehat Fisik dan Mental adalah Satu Kesatuan

Kesehatan jiwa adalah fondasi penting bagi kehidupan yang berkualitas. Menjaga kesehatan mental sama pentingnya dengan menjaga kesehatan fisik. Ketika keduanya selaras, seseorang lebih mampu menjalani hidup yang produktif, bahagia, dan bebas dari penyakit kronis. Sebagaimana lagu Indonesia Raya menegaskan, “Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya” keduanya harus diperhatikan dengan seimbang.