Bengkulu – Ketua Umum Himpunan Pertashop Merah Putih Indonesia (HPMPI), Steven Candra, mengungkapkan sejumlah tantangan terkait distribusi BBM di Bengkulu yang menyebabkan kekisruhan di masyarakat. Salah satu insiden serius adalah ancaman pembakaran Pertashop oleh warga yang frustrasi karena kesulitan mendapatkan BBM.

“Situasinya tidak aman, bahkan ada ancaman pembakaran Pertashop oleh warga karena emosi. Mereka sudah menunggu lama, tetapi tidak kebagian BBM,” ungkap Steven, Sabtu (28/12). Ia menjelaskan bahwa insiden ini bahkan sampai dilaporkan ke kepolisian, menunjukkan eskalasi konflik akibat keterbatasan stok BBM.

Menurut Steven, dalam dua bulan terakhir, suplai BBM sering terlambat. Ia mencontohkan, pemesanan BBM hari ini baru diantar lima hingga tujuh hari kemudian. Akibatnya, ketika pasokan tiba, warga langsung menyerbu karena stok sebelumnya sudah habis.

Steven juga menyoroti berbagai alasan yang diberikan pihak Pertamina terkait kendala distribusi. Mulai dari pendangkalan alur di Pelabuhan Pulau Baai, cuaca buruk, jalan rusak, hingga masalah pada pipa distribusi. Namun, kondisi di lapangan bertolak belakang dengan pernyataan pejabat pusat yang memastikan ketersediaan BBM aman, khususnya selama Natal dan Tahun Baru.

“Di Bengkulu, justru lebih sulit mendapatkan BBM saat momen Natal dan Tahun Baru dibandingkan hari-hari biasa,” ujarnya.

HPMPI juga mengkritisi ketidakjelasan regulasi terkait penjualan BBM subsidi dan non-subsidi. Hingga kini, Pertashop masih menjual BBM non-subsidi, sedangkan distribusi subsidi sering terkendala. Bahkan, kuota BBM subsidi di Bengkulu cenderung lebih rendah dibandingkan daerah lain.

“Kami belum mendapatkan informasi yang jelas terkait alokasi kuota subsidi di Bengkulu. Selama ini, suara Bengkulu kurang vokal di pusat, sehingga sering diabaikan,” tambah Steven.

Selain itu, Steven menyoroti maraknya penjualan BBM ilegal melalui “pertamini” dan “pertabotol”. Praktik ini merugikan konsumen karena alat ukur tidak sah dan kualitas BBM yang tidak terjamin. HPMPI meminta DPRD dan pemerintah daerah untuk segera menertibkan aktivitas ilegal tersebut.

“Sudah ada landasan hukum yang jelas menyatakan bahwa pertamini tidak memiliki legalitas usaha. Dari sisi konsumen, mereka dirugikan karena alat ukur tidak tersertifikasi dan faktor keselamatan yang diabaikan,” tegasnya.

Menanggapi keluhan ini, DPRD Provinsi Bengkulu melalui Wakil Ketua DPRD, Sonti Bakara, menyatakan komitmen untuk segera menyelesaikan masalah penertiban BBM ilegal dan mendorong kelancaran distribusi BBM.

“Kami akan mendesak Gubernur Bengkulu untuk segera menindaklanjuti persoalan ini agar masyarakat mendapatkan BBM yang berkualitas dan adil,” ujar Sonti.

Steven berharap pemerintah daerah dan pusat dapat lebih serius menangani masalah ini agar distribusi BBM di Bengkulu tidak lagi menjadi sumber keresahan bagi masyarakat.