REJANG LEBONG–  Investigasi yang dilakukan oleh Nusatara.com mengungkapkan adanya kejanggalan dalam anggaran belanja kawat untuk tahun 2024 yang mencakup pengeluaran untuk internet, TV berlangganan, dan Econet di Pemda Rejang Lebong.

Berdasarkan data yang dihimpun, total pagu anggaran untuk kebutuhan tersebut adalah Rp 557.700.000 dengan metode pengadaan langsung. Namun, kenyataannya, dana yang digunakan sepanjang tahun 2024 hanya sekitar Rp 252 juta per tahun untuk pembayaran internet dan Econet di Pemda Rejang Lebong, meninggalkan sisa anggaran yang cukup besar, yakni sekitar Rp 305.700.000.

Yang menjadi pertanyaan besar adalah ke mana dana yang tersisa tersebut? Lebih mencurigakan lagi, anggaran untuk tahun 2025 mengalami peningkatan signifikan, yakni menjadi Rp 565.800.000, dengan pembayaran bulanan mencapai Rp 16.981.769. Padahal, di tahun 2024, anggaran yang digunakan jauh lebih rendah, dan kelebihan dana tersebut bahkan dikembalikan ke SILPA (Sisa Lebih Penggunaan Anggaran).

Saat di konfirmasi pada Jum’at (14/3/2025), Kuntum Kabag keuangan dan Perencanaan Pemda Rejang Lebong  menjelaskan bahwa dana yang tersisa pada tahun 2024 memang dikembalikan ke SILPA, dan mereka hanya mengambil dana sesuai kebutuhan bulanan yang berkisar antara Rp 16 juta hingga Rp 25 juta per bulan. Ia juga menegaskan bahwa pengajuan dana dilakukan sesuai dengan kebutuhan, bukan berdasarkan waktu atau kuartal tertentu, sehingga sisa anggaran tidak langsung dicairkan setiap bulan.
“Pengajuan dana sesuai dengan kebutuhan bukan berdasarkan waktu atau kuartal,” singkat, Kuntum.

Namun, meski sudah ada pengembalian dana ke SILPA, fakta bahwa anggaran untuk tahun 2025 justru mengalami kenaikan yang signifikan menimbulkan tanda tanya besar. Selain itu, ditemukan pula pembayaran tumpang tindih, salah satunya di bagian umum Pemda yang tercatat melakukan tiga kali pembayaran untuk kebutuhan yang sama.

Kejanggalan-kejanggalan ini tentu saja memunculkan pertanyaan besar mengenai transparansi dan pengelolaan anggaran di Pemda Rejang Lebong.

Dengan adanya peningkatan anggaran yang tidak sebanding dengan penggunaan sebelumnya, serta adanya tumpang tindih dalam pembayaran, kasus ini layak untuk terus diselidiki agar tidak terjadi pemborosan anggaran yang merugikan masyarakat.(007)