KAUR– Terdakwa Hepran Taslim, melalui penasihat hukumnya, Dike Meyrisa, S.H., M.H., menuntut ganti rugi dan rehabilitasi atas penangkapan serta penahanan yang dialaminya selama proses hukum. Hepran sebelumnya didakwa dengan Pasal 372 atau 378 KUHP tentang penipuan dan penggelapan, dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun penjara.
Langkah ini diambil setelah Pengadilan Negeri Kelas II Bintuhan, Kabupaten Kaur, dalam sidang terbuka pada Kamis (13/3/2025), mengeluarkan putusan sela yang menguntungkan terdakwa. Majelis hakim yang diketuai oleh Sigit Subagyo, S.H., M.H., dengan anggota Sarah Deby, S.H., M.Kn., dan Rouly Rosdaini Natalia, S.H., menerima eksepsi penasihat hukum terdakwa yang diajukan oleh Dike Meyrisa, S.H., M.H., dan Meco Apriansyah. Putusan ini tertuang dalam petikan putusan sela Nomor 12/Pid.B/2025/PN Bhn.
Dalam putusan sela tersebut, majelis hakim menyatakan keberatan penasihat hukum terdakwa diterima dan menyatakan surat dakwaan penuntut umum No. Reg PDM.6/Eoh:2/02/2025 batal demi hukum. Hakim juga memerintahkan pengembalian berkas perkara kepada penuntut umum, membebaskan terdakwa dari tahanan segera setelah putusan dibacakan, serta membebankan biaya perkara kepada negara.
“keputusan ini menjadi dasar bagi pihaknya untuk menuntut ganti rugi serta rehabilitasi nama baik terdakwa, mengingat Hepran merupakan seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan memiliki keluarga,” tegas, Dike, Kamis (13/3/2025).
378Selain itu, pihaknya juga berencana melaporkan penyidik Polres Kaur ke Propam atas dugaan pemaksaan perkara yang akhirnya tidak terbukti di pengadilan.
Sebelumnya, Hepran Taslim dilaporkan oleh rekannya, M. Chandra Wijaya, warga Kaur Selatan, atas dugaan penipuan dan penggelapan uang sebesar Rp 360 juta. Berdasarkan laporan tersebut, Polres Kaur menetapkan Hepran sebagai tersangka dan menahannya hingga akhirnya pengadilan membebaskannya dalam putusan sela.(HS)