Pulau Enggano bukan sekadar titik di peta. Ia adalah rumah bagi ribuan jiwa yang bergantung sepenuhnya pada konektivitas logistik melalui Pelabuhan Pulau Baai, Bengkulu. Namun hari ini, mereka menghadapi ancaman nyata: krisis pangan dan energi akibat terputusnya jalur distribusi karena pendangkalan alur pelabuhan yang tak kunjung ditangani serius oleh PT Pelindo.
Desakan untuk melakukan pengerukan bukanlah hal baru. Isu ini sudah disuarakan sejak masa PLT Gubernur Rosjonsyah. Sayangnya, hingga akhir masa jabatannya, Pelindo tak jua bergeming. Kini, di bawah kepemimpinan Gubernur Helmi Hasan, kondisi semakin memburuk. Kapal barang dan penumpang tak lagi bisa merapat. Enggano pun semakin terisolasi, dan rakyat di sana semakin tercekik oleh kelangkaan sembako dan BBM.
Upaya pengerukan yang akhirnya dimulai pada 7 April 2025 seharusnya membawa harapan. Namun, uji coba demi uji coba terus gagal. Waktu terus berjalan, perut-perut terus lapar, dan Pelindo seolah masih sibuk dengan urusan teknis, lupa bahwa ini soal kemanusiaan.
Kemarahan masyarakat pun tak bisa dibendung. DPRD Provinsi Bengkulu melalui Tengku Zulkarnain secara emosional bahkan meminta Pelindo angkat kaki. Helmi Hasan pun turun langsung ke pusat, ke Jakarta, demi mempercepat penanganan. Sayangnya, semua ini baru bergerak setelah krisis di depan mata.
Yang ironis, ketika suara rakyat dan pemimpin daerah telah memuncak, baru bermunculan “dukungan dadakan” dari berbagai pihak termasuk senator, politisi, komunitas, asosiasi angkat bicara. Sayangnya, sebagian besar hanya hadir dengan suara, tanpa solusi nyata. Mereka yang dulu diam, kini ramai-ramai tampil bak pahlawan kesiangan.
Pertanyaannya sederhana: di mana mereka saat Enggano mulai gelap? Ketika BBM langka, ketika anak-anak harus menahan lapar, ketika hasil bumi membusuk karena tak terangkut? Rakyat butuh tindakan, bukan panggung pencitraan.
Tajuk ini mengingatkan: Pelindo adalah BUMN. Ia berdiri bukan untuk menghitung laba semata, tapi hadir sebagai bagian dari pelayanan publik. Hasil tambang dan perkebunan tidak terangkut. Ketika pelabuhan lumpuh, jangan sibuk berkelit soal kewenangan. Segeralah bertindak, karena yang dipertaruhkan bukan hanya logistik, tapi hidup manusia.***