nusatara, Bengkulu- Pelabuhan Pulau Baai Bengkulu, salah satu jalur utama distribusi dan ekspor di Provinsi Bengkulu, menghadapi krisis pendangkalan yang semakin parah sejak 2018. Pendangkalan ini berdampak serius pada aktivitas pelabuhan, termasuk terganggunya distribusi kebutuhan pokok seperti bahan bakar minyak dan beras, hingga penurunan drastis kapasitas ekspor.

Plt Gubernur Bengkulu, Rosjonsyah, bersama sejumlah pihak terkait seperti General Manager Regional II PT Pelindo, Kapolda Bengkulu, Danlanal Bengkulu, dan perwakilan instansi lainnya, mengadakan rapat koordinasi di PT Pelindo Regional II. Setelah rapat, Gubernur langsung melakukan inspeksi ke kolam dan alur pelabuhan untuk menilai kondisi terkini.

“Alur pelabuhan yang sebelumnya memiliki kedalaman 7–11,5 meter, kini hanya tersisa 1,5 meter. Bahkan sebagian kolam breakwater sudah berubah menjadi daratan pasir,” ujar Rosjonsyah. Ia menegaskan, kondisi ini merugikan perekonomian Bengkulu hingga ratusan miliar bahkan triliunan rupiah setiap tahun.

General Manager Pelindo Regional II, S. Joko, menjelaskan bahwa sedimentasi tinggi akibat cuaca buruk menjadi penyebab utama pendangkalan ini. Hal ini mengakibatkan kapal-kapal besar sulit masuk dan keluar pelabuhan, sehingga kapasitas angkut barang berkurang, ekspor terhambat, dan pengiriman barang mengalami keterlambatan.

Ekspor batu bara yang sebelumnya mencapai 10 juta ton per tahun kini hanya mampu mengirimkan 3 juta ton, itu pun harus menggunakan tongkang untuk memindahkan barang ke kapal besar di tengah laut. Komoditas ekspor lain seperti cangkang sawit, hasil laut, dan rumput laut juga terdampak.

Kondisi ini mendesak pemerintah dan pihak terkait untuk segera mencari solusi konkret agar fungsi strategis Pelabuhan Pulau Baai dapat kembali optimal dan perekonomian Bengkulu terselamatkan.(Uj)